BAB I
PRINSIP DAN TUJUAN
1.1 PRINSIP PERCOBAAN
Berdasarkan
pembentukan senyawa kompleks yang larut antara ion logam dengan zat pembentuk
kompleks.
1.2 TUJUAN
PERCOBAAN
Untuk
menentukan kadar ion logam.
BAB II
TEORI PENUNJANG
2.1 TITRASI
KOMPLEKSOMETRI
Titrasi kompleksometri yaitu
titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam
yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan
titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Salah
satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang
dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau
molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal
sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan
EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan
air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :M(H2O)n + L =
M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar,
2002).
Asam
etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung
lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam
1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang
dalam molekul.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa
kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan
ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi
protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada
dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua
ion logam yang ada dalam larutan tersebut.
Selektivitas
kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat
dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange;
calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan
calcein blue.
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nikel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu.
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nikel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu.
Titrasi dapat ditentukan dengan
adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir
titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian
sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks
dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah
spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam
itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak
akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu
harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada
titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara
indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah
diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan
warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca
dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan
indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap,
sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+dengan indikator murexide.
Kesulitan yang timbul dari kompleks
yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai
titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara
umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai
macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh
dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya
EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium.
Reaksi-reaksi yang melibatkan
pembentukan kompleks dipergunakan oleh kimiawan dalam prosedur titrimetrik
maupun gravimetrik. Molekul yang bertindak sebagai ligan biasanya memiliki atom
elektronegatif, misalnya nitrogen, oksigen, atau salah satu dari halogen. Ligan
yang hanya mempunyai sepasang electron tak dipakai bersama, misalnya NH3,
dikatakan unidentat.Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua
ikatan dengan atom sentral dikatakan bidentat. Suatu contoh adalah etilendiamin
(NH2CH2CH2NH2) dengan kedua atom nitrogen mempunyai pasangan electron tak
terpakai bersama. Ion tembaga (II) membentuk kompleks dengan dua molekul
etilendiamin seperti berikut:
Cincin heterosiklik terbentuk oleh interaksi suatu ion logam dengan dua atau lebih gugus fungsional dalam ligan dinamakan cincin khelat; molekul organiknya pereaksi pembentuk khelat, dan kompleksnya dinamakan khelat atau senyawa khelat. Penggunaan analitik didasarkan pada penggunaan pereaksi khelat sebagai titran untuk ion-ion logam telah menunjukan pertumbuhan menarik.
Cincin heterosiklik terbentuk oleh interaksi suatu ion logam dengan dua atau lebih gugus fungsional dalam ligan dinamakan cincin khelat; molekul organiknya pereaksi pembentuk khelat, dan kompleksnya dinamakan khelat atau senyawa khelat. Penggunaan analitik didasarkan pada penggunaan pereaksi khelat sebagai titran untuk ion-ion logam telah menunjukan pertumbuhan menarik.
Kompleksometri merupakan metoda
titrasi yang pada reaksinya terjadi pembentukan larutan atau senyawa kompleks
dengan kata lain membentuk hasil berupa kompleks. Untuk dapat dipakai sebagai
dasar suatu titrasi, reaksi pembentukan kompleks disamping harus memenuhi
persyaratan umum titrasi, maka kompleks yang terjadi harus stabil. Titrasi ini
biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan
menggunakan Na2EDTA sebagai titran pembentuk kompleks.
§ Logam
Ligan Kompleks Bilangan
§ Ko.
logam Geometri Reaktivitas
§ Ag+
NH3 Ag(NH3)2+ 2 Liniar Labil
§ Hg2+
Cl- HgC12 2 Liniar Labil
§ Cu2+
NH3 Cu(NH3)42+ 4 Tetrahedral Labil
§ Ni2+
CN- Ni(CN)42- 4 Persegi planar Labil
§ Co2+
H2O CO(H2O)62+ 6 Oktahedral Labil
§ Co3+
NH3 Co(NH3)63+ 6 Oktahedral Inert
§ Cr3+
CN- Cr(CN)63- 6 Oktahedral Inert
§ Fe
3+ CN- Fe(CN)63- 6 Oktahedral Inert
Hanya beberapa ion logam seperti
tembaga, kobal, nikel, seng, cadmium, dan merkuri (II) membentuk kompleks
stabil dengan nitrogen seperti amoniak dan trine. Beberapa ion logam lain,
misalnya alumunium, timbale, dan bismuth lebih baik berkompleks dengan ligan
dengan atom oksigen sebagai donor electron. Beberapa pereaksi pembentuk khelat,
yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen terutama efektif dalam pembentukan
kompleks stabil dengan berbagai logam. Dari ini yang terkenal ialah asam
etilen-diamintetraasetat, kadang-kadang dinyatakan asam etilendinitrilo, dan
sering disingkat sebagai EDTA :
Kilon
praktis telah membuat suatu revolusi pada kimia analitik dari banyak unsur
logam dan merupakan hal yang sangat penting dalam banayak lapangan. Reaksi
pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul
pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain,
gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah
molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi
atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti
ion-ion halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan
yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau
pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka
molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi
dengan ion logam yang lama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidental
mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik
dari satu spesi merupakan ukuran sejati di mana spesi ini akan terbentuk dari
spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan mencapai
kesetimbangan.
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N
yang bersifat basa mengikat ion H+ dari ikatan karboksil yang bersifat asam.
Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi reaksi intra molekuler
(maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus senyawa tersebut disebut
"zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam natriumnya, yang jauh
lebih mudah larut daripada bentuk asamnya.
Reaksi pengkompleksan dengan suatu
ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang
terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada
ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah
ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik
lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau
molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada
ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada
logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua
atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang
sama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidentat mempunyai lebih dari dua
atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan
ukuran sejauh mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi
tertentu, jika sistern itu dibiarkan mencapai kesetimbangan
Ligan dapat berupa suatu senyawa
organik seperti asam sitrat, EDTA, maupun senyawa anorganik seperti polifosfat.
Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan ligan yang mampu
membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam misalnya ikatan EDTA dengan Ca. Ion
logam terkoordinasi dengan pasangan electron dari atom-atom N-EDTA dan juga
dengan keempat gugus karboksil yangh terdapat pada molekul EDTA. Ligan dapat
menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti oksidan karena
dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi.
2.2 TITRASI
KHELOMETRIK
EDTA merupakan ligan seksidentat
yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan
kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin
bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu
atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya.
Untuk memudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat menjadi H4Y.
Dalam larutan yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan
lengkap dari kompleks iogam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat
seperti CuHY-; tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila
ligan dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion
hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks
seperti Cu(OH)Y3- dapat terjadi.
·
Efek Kompleks
Zat-zat
lain dari titran kilon yang mungkin ada dalam larutan ion logam dapat membentuk
kompleks dengan logamnya dan dengan demikian bersaing dengan reaksi titrasi
yang diinginkan.Sebenarnya pembentukan kompleks demikian kadang-kadang dengan
pertimbangan digunakan untuk mengatasi interferensi, yang dalam hal ini efek
dari pengompleks disebut penutupan. Dengan ion-ion logam tertentu yang dengan
mudah terhidrolisa, mungkin perlu untuk menambahkan ligan pengompleks agar
mencegah pengendapan hidroksida logam. Jika tetapan stabilitas untuk semua
kompleks diketahui, maka efek pembentukankompleks terhadap reaksi titrasi EDTA
dapat dihitung.
·
Efek Hidrolisa
Hidrilisa
ion logam mungkin bersaing dengan proses titran khelometrik. Peningkatan pH
membuat efek ini lebih jelek dengan penggeseran ke keseimbangan yang benar dari
jenis M2+ + H2O à M(OH)+ H+.
Hidrolisa secara ekstensif dapat mengakibatkan pengendapan hidroksida yang hanya bereaksi dengan EDTA secara perlahan-lahan, bahkan apabila pertimbangan pertimbangan keseimbangan menguntungkan pembentukan khelonat logam. Sekali pun seringkali tetapan hidrolisa yang cocok untuk ion-ion logam tidak tersedia, dan karenanya pengaruh ini sering tidak dapat dihitungdengan teliti.
Hidrolisa secara ekstensif dapat mengakibatkan pengendapan hidroksida yang hanya bereaksi dengan EDTA secara perlahan-lahan, bahkan apabila pertimbangan pertimbangan keseimbangan menguntungkan pembentukan khelonat logam. Sekali pun seringkali tetapan hidrolisa yang cocok untuk ion-ion logam tidak tersedia, dan karenanya pengaruh ini sering tidak dapat dihitungdengan teliti.
2.3 KESETABILAN
KOMPLEKS
Kestabilan suatu kompleks jelas
akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengkompleks dari ion logam yang
terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting untuk memeriksa
faktor-faktor ini dengan singkat.
a. Kemampuan
mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam
menjadi asam lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan kelas B. Logam
kelas A dicirikan oleh larutan afinitas (dalam larutan air) terhadap halogen,
dan membentuk kompleks yang paling stabil engan anggota pertamagrup table
berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan I-daripada dengan f dalam
larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari
masing-masing grup itu yakni Nitrogen, Oksigen, dan F, Cl, C dan P. Konsep asam
basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku penerima
pasangan electron kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri
khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat,
adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada,
dan (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek
oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan
atom penyumbang.
2.4 CARA-CARA
TITRASI EDTA
Titrasi
secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation biasa.
Jenis-jenis titrasinya adalah :
a. Titrasi
Langsung
Titrasi
ini dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan indikator
logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering
ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan
pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan
amoniak.
b. Titrasi
Kembali
Titrasi
ini digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTAlambat atau apabila
indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang
bersisa dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite
sebagai indicator. Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan
kation yang ditentukan tidak digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga
untuk menentukan logam dalam endapan, seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam
CaSO4.
c. Titrasi
Substitusi
Titrasi
ini berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang
ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA
ditambahkan dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks
EDTA yang relative lemah itu.
d. Titrasi
Secara Tidak Langsung
Titrasi
ini beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat dengan menambahkan
larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut dengan EDTA.
Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang tidak
terlalu sukar larut lalu menitrasi kelebihan Mg.
e. Cara
titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan kepada
larutan analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi
dengan larutan baku basa.
2.5 INDIKATOR
LOGAM
Indikator logam adalah suatu
indicator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa organic yang dengan satu
atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks yang warnanuya
berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator asam
basa akan tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam
sampai batas tertentu bergantung pada pM. Oleh karena itu indicator logam
sering disebut sebagai "pM-slustive indicator" atau
metalochrome-indikator.
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut :
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Eriochrome
Black – T
2. Murexide
3. Xylanol
Orange (XO)
4. Calmagnite
5. Arsenazo
I
6. NAS
7. Pyrocatechol
Violet
8. Calcon
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 CARA
KERJA
1. Standarisasi
larutan Na2EDTA :
1. Pipet
10 ml larutan Zn2SO4 0,1 N masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian
encerkan sampai dengan tanda batas.
2. Pipet
25 ml larutan hasil pengenceran tersebut ke dalam erlenmeyer tambahkan 5 ml
buffer salmiak Ph 10 dan sedikit indikator EBT
3. Titrasi
dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur ke biru.
4. Hitung
konsentrasi larutan EDTA
2. Penentuan
kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam sampel :
1. Pipet
10 ml larutan sampel masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian homogenkan.
2. Tambahkan
10 ml buffer salmiak Ph 10 dan sedikit indikator EBT
3. Titrasi
dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur ke biru.
4. Hitung
kadar total Ca dan Mg
3.2 ALAT
DAN BAHAN
v Alat
yang digunakan :
1. Buret
2. Labu
ukur 100 ml 1 buah
3. Erlenmeyer
3 buah
4. Gelas
ukur / pipet volum
v Bahan yang digunakan
1.
NaCl
2.
Indikator K2CrO4 5
%
3.
AgNO3
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
PERCOBAAN
·
Tabel Hasil
Pengamatan Titrasi ZnSo4
No
|
Volume Pengenceran ZnSO4
|
Volume awal
|
Volume akhir
|
Volume terpakai
|
1.
|
10
ml
|
0
|
12
ml
|
12 ml
|
2.
|
10
ml
|
12
ml
|
21.3 ml
|
9.3
ml
|
3.
|
10
ml
|
21.3
ml
|
31.2
ml
|
9.9
ml
|
Rata-rata
|
10.4 ml
|
·
Tabel Hasil
Pengamatan Titrasi MgCl2
No
|
Volume MgCl2
|
Volume awal
|
Volume akhir
|
Volume terpakai
|
1.
|
10
ml
|
0
|
4.4
ml
|
4.4
ml
|
2.
|
10
ml
|
4.5
ml
|
8.9
ml
|
4.4
ml
|
3.
|
10
ml
|
ml
|
13
ml
|
4
ml
|
Rata-rata
|
4.3 ml
|
4.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, kami melakukan
proses titrasi kompleksometri. Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang
melibatkan reaksi ion logam dengan zat pengompleks/zat ligand. Dimana zat
pengompleks yang digunakan pada praktikum ini yaitu EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acetate) dan ion logamnya yaitu Ca2+. Sebelum melakukan proses titrasi
ini, kami melakukan proses pembakuan larutan EDTA. Dan sebelum melakukan proses
pembakuan larutan, kami pun membuat larutan yang diperlukan terlebih dahulu.
Larutan EDTA 0,01 M, larutan dapar pH 10 dan larutan indikator EBT (Eriochrome
Black T) sudah tersedia. Maka, kami pun membuat larutan baku kalsium.
Larutan baku kalsium dibuat dari
padatan CaCO3 pa, larutan HCl dan air. Padatan CaCO3 yang digunakan
itu pa (pro analys), karena salah satu syarat larutan standar primer yaitu
tingkat kemurniannya pa. Sebelum dilakukan titrasi Ca dilakukan terlebih dahulu
pembakuan larutan EDTA. Proses pembakuan dilakukan karena EDTA merupakan
larutan standar primer, maka harus distandarisasi terlebih dahulu dengan
larutan standar primer (larutan baku kalsium) sebelum melakukan proses titrasi.
Setelah
proses pembuatan larutan baku kalsium, dilakukanlah proses pembakuan larutan
EDTA. Larutan baku kalsium dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer. Karena, dengan labu erlenmeyer akan lebih memudahkan dalam proses
titrasi, terutama dalam proses pengocokkan.
Setelah itu, ditambah larutan dapar
pH 10, penambahan
larutan dapar pH 10 berfungsi supaya suasana dalam keadaan basa ketika
melakukan proses titrasi dan untuk mempertahankan nilai pH. Lalu, ditambahkan
aquades. Sebelum melakukan proses titrasi, ditambahkan indikator EBT.
Penambahan indicator EBT berfungsi sebagai indikator pH. Dengan ditambahkannya
indikator EBT, maka terbentuk CaIn– yang berwarna merah anggur
(pink). Jika sudah terbentuk larutan berwarna merah anggur (pink), maka proses
titrasi antara larutan EDTA dan larutan baku kalsium dapat langsung dilakukan. Setelah didapat larutan
berwarna biru langit, proses titrasi dihentikan. Saat itulah, mol CaCl2 sama dengan mol EDTA,
dan hal ini dinamakan titik akhir titrasi. Dimana reaksi yang terjadi selama
proses titrasi yaitu
Ca2+
+ HIn2- → CaIn– +
H+ CaIn–
+ H2Y2-
→ CaY2- + HIn2- + H (merah anggur)
+ (biru)
Dari
proses titrasi tersebut, didapatkan konsentrasi EDTA sebesar 0.104 N. Kemudian, kami
melakukan titrasi Ca. Langkah kerja yang dilakukan sama dengan proses pembakuan
larutan EDTA. Hanya terdapat perbedaan ketika ditambahkannya larutan dapar pH
10. Dimana pada proses ini, larutan dapar pH 10 yang digunakan lebih banyak 1
mL.
Dalam praktikum juga dilakukan
titrasi kesadahan total dari sampel air. Kesadahan air adalah adanya kandungan
mineral-mineral tertentu yang terdapat di dalam air, pada umumnya mineral itu
adalah ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Proses
titrasi dilakukan mirip dengan titrasi pembakuan larutan EDTA yaitu menggunakan
indicator EBT dan larutan dapar pH 10. Hanya saja sampel yang digunakan adalah
air. Setelah dilakukan titrasi dan didapatkan titik ekuivalennya, dapat
ditentukan kesadahan total dari air yaitu sebesar 103 ppm.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Titrasi kompleksometri yaitu
titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam
yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan
titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Pada praktikum kali ini di dapat hasil konsentrasi
larutan EDTA 0.104 N,
dan kadar Mg2+
yang diperoleh 0.043
M.
5.2 LAMPIRAN
A. Foto-foto hasil praktikum
B.
Perhitungan-perhitungan
1.
Standarisasi
larutan Na2 EDTA
·
Larutan ZnSO4
M =
x
0,1
=
x
gr
=
=
1,61 gram
1,61
gram ZnSO4 + Aquadest ad 100 ml
·
Titrasi Larutan EDTA
Perhitungan
EDTA (mr 372.24)
M =
x
0,1
=
x
gr
=
= 3.72 gram
Jadi EDTA yang ditimbang yaitu 3.72 gram
·
Perhitungan konsentrasi EDTA
V1 .
N1 = V2 . N2
10
. N1 = 10,4 . 0,1
N1 = 10,4 . 0,1 : 10
N1 =
0,104 N
Jadi konsentrasi larutan EDTA yaitu 0.104 N
2. Penentuan kadar Ca2+
dan Mg2+ dalam sampel
Perhitungan
MgCl
M
=
0,1
=
gr
=
= 0,593 gram
·
Perhitungan kadar MgCl2
V1 .
N1 = V2 . N2
10 . N1 = 4.3 . 0.1
N1 = 4.3 . 0.1 : 10
N1 = 0.043 N
Jadi
kadar MgCl2 adalah 0.043 M
DAFTAR PUSTAKA
Rahmania,
Inti. 2007. Modul Praktikum Kimia Analitik –Universitas Al-Ghifari, Bandung
Pergiwati,
Iwa. 2008. Modul Kompetensi Titrimetri - Kompleksometri. Bandung: Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri 7 Bandung
Hendrayana, Taufik. 2009. Laporan Kompleksometri. (online) http://www.x3-prima.com/ 2009/09/laporan-argentometri.html (25 Juni 2011)
Basset, J. dkk. 1994. Vogel-Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
(Kesadahan). Bandung: Pusat Lingkungan Geologi – Badan Geologi – Departemen Energi Dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia
Rusmana. 2008. Jurnal Kimia Analisa (Penentuan Kadar Ca Dan Mg
Hendrayana, Taufik. 2009. Laporan Kompleksometri. (online) http://www.x3-prima.com/ 2009/09/laporan-argentometri.html (25 Juni 2011)
Basset, J. dkk. 1994. Vogel-Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
(Kesadahan). Bandung: Pusat Lingkungan Geologi – Badan Geologi – Departemen Energi Dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia
Rusmana. 2008. Jurnal Kimia Analisa (Penentuan Kadar Ca Dan Mg